Untuk mencapai tujuan dalam hidup bermasyarakat berbangsa dan bernegara bangsa Indonesia melaksanakan pembangunan nasional. Hal ini sebagai perwujudan praktis dalam meningkatkan harkat dan martabatnya. Tujuan negara yang tertuang dalam Pembukaan UUDNRI 1945 yang rinciannya adalah sebagai berikut: “melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia”. Hal ini dalam kapasitasnya tujuan negara hukum formal adapun rumusannya “memajukan kesejahteraan umum mencerdaskan kehidupan bangsa” hal ini dalam pengertian negarra hukum materil. Yang secara keseluruhan sebagai manifestasi tujuan khsus atau nasional. Adapun selain tujuan khusus, juga tujuan internasional (tujuan umum), “ ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial” Hal ini diwujudkan dalam tata pergaulan masyarakat internasional.
Secara filosofis hakikat kedudukan Pancasila sebagai paradigma pembangunan nasional mengandung konsekuensi bahwa dalam segala aspek pembangunan nasional kita harus mendasarkan pada hakikat sila-sila Pancasila sekaligus sebagai pendukung pokok negara.
Apabila kita melihat Pancasila lebih mendalam ternyata semua sila-silanya menolak adanya korupsi di negara ini.
(Sumber gambar: https://helmisaifurrahman.files.wordpress.com/2011/08/205px-pancasila_perisai-svg.png diunduh pada 6 November 2015)
Sila Pertama, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, hal ini artinya semua kegiatan masyarakat Indonesia haruslah sejalan dengan prinsip-prinsip kegamaan yang dianut oleh Bangsa Indonesia. Hal ini juga membuat jelas, bahwa di Indonsia sebagai negara yang tidak sekuler, tetapi negara yang memiliki agama mempertegas jika mengambil hak orang lain adalah kesalahan dan ini perbuatan dosa. Dalam banyak literatur saya mempelajari bahwa korupsi adalah perbuatan yang ditentang oleh agama Islam, Khatolik, Kristen, Budha, dan Hindu. Karena korupsi adalah perbuatan tercela yang merugiakan orang banyak, dan membuat sengsara masyarakat. Adapun peran sila pertama ini dalam memberantas korupsi adalah sebagai tonggak keimanan seseorang agar manusia memiliki sandaran dan tempat bergantung, konsekuensinya manusia ini bisa memohon kepada Tuhannya, dan bekerja keras secara optimis, dan hanya mengharap Kasih Sayang-Nya. Sehingga jelaslah bahwa manusia harus taat kepada Tuhannya agar mendapatkan rezeki yang halal dan bermanfaat. Lain halnya dengan korupsi, maka hal ini menimbulkan kemarahan Tuhan sehingga membuat koruptor sengsara dalam waktu cepat atau di kemudian hari.
(sumber gambar: https://zonadamai.files.wordpress.com/2012/3/adat-istiadat.jpg diunduh pada tanggal 6 November 2015)
Sila Kedua¸ yaitu Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. Hal ini sangat jelas menunjukkan bahwa sebagai manusia Pancasila kita harus memiliki adab dan bersikap adil. Jelas sekali kalau korupsi adalah perbuatan biadab bukan beradab. Mengapa? karena dengan melakukan korupsi fasilitas yang berkualitas menjadi tidak berkualitas karena bahan pembentuk fasilitas itu dikorupsi. Seharusnya utang negara lebih cepat terbayar, menjadi terhambat, seharusnya angka gizi baik di negara ini membaik, tetapi menjadi buruk bahkan balita banyak yang meninggal. Ini adalah perbuatan biadab bukan beradab dan tidak sejalan dengan sila kedua.
Sikap korupsi juga bukanlah perbuatan yang adil. Karena seharusnya seorang pejabat mendapat gaji yang sudah semestinya, tetapi justru malah mendapatkan uang lebih karena menyunat anggaran kesehatan, sehingga banyak rakyat miskin tidak dapat tertolong karena minimnya fasilitas kesehatan maupun melambungnya harga obat karena korupsi itu. Sehingga peran sila kedua dalam mencegah dan memberantas korupsi adalah sebagai landasan yang menjung-jung tinggi keadilan dan adab bangsa dan Negara Indonesia. Bahwa adab yang benar adalah memakan sesuai hak, dan wajib tidak memakan apa yang bukan haknya. Adil dalam berperilaku, bila salah meminta maaf, bila ditolong berucap terima kasih, bila ada perilaku korupsi laporkan kepada yang berwenang.
(sumber gambar: https://alvindadat.web.ugm.ac.id/wp-admin/post-new.php diunduh pada tanggal 6 November 2015)
Sila Ketiga. Persatuan Indonesia adalah bunyi Sila Ketiga Pancasila ini. Sudah semestinya kita bersatu untuk mencapai tujuan negara ini. Sudah seharusnya kita menjaga persatuan yang ada di negara ini. Kita tidak boleh saling menjelek-jelekkan ras, suku, agama yang ada di negara ini karena jika kita menjelek-jelekkan, memfitnah, mencaci maka tidak ada satu keuntunganpun yang diperoleh, tetapi justru malah menimbulkan kerugian yang sangat besar bahkan tidak bisa dinilai dengan uang. Begitu pula saat ketika kita mejadi pejabat menjaga persatuan Indonesia adalah kewajiban sampai akhir hayat. Saat kita menjadi pejabat ini adalah sebuah tantangan dan peluang untuk mempereat masyarakat kita yang majemuk. Peluangnya adalah kita sebagai pejabat bisa membuat peraturan yang mempersatukan rakyat, dan tangangannya adalah bila kita korupsi menimbulkan kesenjangan pendapatan antardaerah yang menyebabkan kecemburuan antardaerah yang akibatnya kriminalitas semakin membludak dan berujung pada separatis dan hancurnya negara ini.
Bayangkan saja ketika kita menjadi pejabat, dan menimbulkan kesulitan dalam investor untuk berinvestasi di wilayah yang kita pimpin, sehingga investor menanamkan modalnya di daerah lain. Konsekuensinya adalah potensi di daerah kita kurang dimanfaatkan dengan baik, dan pengagguran di daerah kita menjadi semakin sengsara. Hal ini akibat dari pejabat yang korup tersebut mempersulit perizinan dan keadaan, dan hanya bisa dipermudah bila investor menyuap pejabat tersebut. Disinilah bisa terjadi kehancuran persatuan bangsa.
Sila ketiga ini memiliki peran penting sebagai landasan bertindak, kita harus tetap menjaga persatuan bangsa. Sila ini juga memiliki peran strategis dalam memberantas korupsi yaitu kita bersatu menjadi satu kesatuan memberantas korupsi dan mencegahnya jangan sampai ada di bumi pertiwi.
(sumber gambar: https://becollege.files.wordpress.com/2008/07/musyawarah.jpg diunduh pada tanggal 6 November 2015)
Sila keempat Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan Perwakilan. Hal ini juga merupakan salah satu landasan ideologis yang sangat penting diterapkan dalam melawan korupsi. Bila kita lihat dari sudut pandang filosofis yang terkandung dalam sila ini adalah hakikat negara addalah sebagai penjelmaan sifat kodrat manusia sebagai makhluk hidup sosial dan invidu. Hakikat rakyat adalah sekelompok manusia sebagai makhluk Tuhan yang Maha Esa yang bersatu yang bertujuan mewujudkan harkat dan martabat manusia dalam suatu wilayah negara. Sehingga dalam sila ini, terdapat sebuah kewajiban untuk menegakkan demokrasi secara mutlak dalam kehidupan negara. Yang tentunya demokrasi ini harus berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, yang tentunya harus dilaksanakan secara jujur bukan dengan cara menyogok, money politic, suap-menyuap, dan tindakan korupsi lainnya. Karena dengan menegakkan demokrasi secara mutlak berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa artinya kita menegakkan demokrasi yang jujur, amanah, kompeten, professional yang hakikatnya adalah menegakkan Hak Asasi Manusia. Sehingga jelas bahwa peran sila keempat ini adalah fundamental sekali untuk kemajuan bangsa ini
.
(sumber gambar: http://u.jimdo.com/www400/o/s5e6122f5d5da7197/img/ibdd622c8a88cc905/1378547352/std/image.gif diunduh pada tanggal 6 November 2015)
Sila kelima, Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Haruslah kita sebagai masyarakat maupun yang berkedudukan sebagai pejabat, bisa menerapkan keadilan dalam setiap aktivitas fisik maupun dalam proses berpandangan. Karena kedailan menurut Pancasila adalah Keadilan yang didasari dan dijiwai oleh hakikat keadilan kemanusiaan yaitu keadilan manusia terhadap dirinya, manusia itu terhadap manusia lain, dan keadilan manusia itu dengan Tuhannya.
Keadilan ini haruslah diwujudkan dalam mencapai tujuan bangsa dan negara ini, yaitu perdamaian abadi dan keadilan bagi kehidupan bersama. Yang tentunya, untuk mewujudkan tujuan ini haruslah bisa menegakkan keadilan dan menumpas kejahatan seperti korupsi. Korupsi adalah sebuah kegiatan yang mencerminkan keadilan dan merendahkan martabat negara yang didasari Pancasila. Adalah adil bila seseorang bekerja keras dan mendapat upah tinggi. Adalah adil bila pengusaha yang jujur mendapatkan keuntungan yang besar. Adalah ketidakadilan bila seorang pejabat tidak jujur mendapatkan uang sogok, gratifikasi, memeras, para pekerja keras dan pengusaha itu. Bayangkan saja bila pekerja keras dan pengusaha jujur itu, harus dipersulit dalam membuat surat izin, mendapat fasilitas dari negara, dan menegakkan hak asasi manusianya, kecuali akan dipermudah bila menyogok pejabat tersebut, ini adalah sebuah ketidakadilan yang nyata.
Peran sila kelima ini adalah sebagai landasan berfilosofi dan bertindak nyata untuk membangun negeri ini dari Sabang sampai Marauke, dari utara sampai ke selatan. Bila kita menjadi pejabat, pengusaha, pekerja, hendaklah adil karena adil ini penting untuk membuat Indonesia jaya kembali seperti nusantara yang dipimpin oleh Kerajaan Majapahit yang melegenda itu. Karena dengan kita berbuat adil, maka hubungan kita dengan diri kita, kita dengan manusia lain, dan kita dengan Tuhan akan menjadi sebuah hubungan yang akrab dan harmonis.